Aurel Amalia
Aurel Amalia › Cerpen

on Friday 18 September 2015

RAIN Part 5



FansPage : Khayalan

"Hmm. Ji gue mau ngomong" Rain sekarang mengenakan sweeter nya.
"Ngomong aja" mereka keluar , pergi ke Cafè favorit mereka. Sepasang sahabat itu diam. Aji sudah sangat tidak seperti dulu yang seru. Yaps.. sekarang Aji nggak seru.
"Gue capek Ra" keluh Aji mengerutkan alisnya sambil memasukkan tangannya ke saku jaket.
"Kenapa?" jawab Rain santai, menengok wajah Aji sebentar.
"Sakit" kini Aji berjalan sambil menunduk. Dan langsung Rain menghentikan langkahnya dan tangannya memegang kening Aji.
"Nggak panas. Lo sakit apa?" Kembali melanjutkan langkahnya.
"Disini Ra" memegang tangan Rain dan menaruh di dadanya.
"Lo nggak ngerokok kan Ji? Lo sakit paru paru?" Rain sekarang benar benar tidak peka. Aji sakit hati Ra. Sakit hati bukan paru paru.
"Yaelah Ra. Gue lagi sakit hati. " wajah Rain baru aja ngerti.
Mereka sudah sampai di Cafè. Menduduki kursi favorit mereka. Memesan beberapa junkfood dan minum.
"Lo tadi mau ngomong apa Ra?" Tanya Aji memandang Rain.
"Eummm, e.. anu. A.. eumm" Rain sungguh tak enak membicarakannya. Dia lebih memilih diam. Mengeluarkan gadget nya dan menunjukan foto -Itu.
"Hahaha.." dana bicaranya tidak biasa. Terdengar parau duh mendengar tawa itu Rain merasa bersalah. Tapi lebih bersalah lagi kalau Aji tidak tau sama sekali.
"Gue udah tau kali Ra. " tersenyum dan menyesap chocofloatnya yang baru saja diantar.
"Lo udah tau?" Binggung Rain. Bukankh selama ini dia belum memberi tau Aji.
"Iya ra. Gue tadi ke rumah lo cuma mau masti in aja" Masti in?Aji... Rain juga bisa merasa sakin hati itu. Sakit hati yang dirasakannya dulu, mencintai seseorang yang sudah mencintai orang lain. Bedanya sakit hati Aji lebih parah . Kan Eta masih jadi cewe nya.
"Lo tau dari mana?"
"Dari mata gue sendiri Ra. Sebulan lalu Eta bilang dia dari toilet , gue tau dia abis ketemuan sama Rio. Waktu Eta bilang dia ada jam tambahan , gue ikutin dan dia ketemuan sama Ilham. Dan tadi siang gue liat Eta gandengan sama Ilham di depan *SensorNamaSwalayan* . " Aji tersenyum . Rain tau senyuman itu sakit.
"Sabar ya Ji. Mungkin Eta bukan takdir lo. Lo terlalu tulus buat Eta." Rain menggenggam tangan sahabatnya itu. Aji menunduk. Menyesali semua. Menyesali hatinya. Menyesal sudah memberikan cinta sepenuhnya untuk Eta yang sama sekali bukan gadis yang tepat .Menyesal karna mengecewakan gadis di depannya saat ini . Penyesalan selalu datang diakhir. 1bulan penuh Ia berpacaran dengan Eta dan selama itu pula Aji sudah mengambil keputusan untuk menyianyiakan gadis di depannya itu yang sangat tulus mencintainya.
"Ji.. gue yakin masih ada cewe yang lebih tulus cinta sama lo" melepas genggamanya melihat kaca besar di sampingnya tetesan gerimis membasahi kaca itu. Sambil memakan sosis yang di pesannya tadi.
"Lo Ra?" Tanya Aji yang sontak mengagetkan Rain hingga tersedak.
"Uhuk.. uhuk.," langsung Rain meminum minumannya untuk menghilangkan tersedaknya.
"Lo nggak papa?" Ya ampun Ji. Jelas jelas Rain kenapa napa . Rain tersenyum aneh .
"Nggak papa kok. Eumm.. bukan gue Ji" wajah Rain tampak sedih mengatakannya . 'Jangan Ji, lo nggak boleh cinta sama gue. Nggak boleh' pikiran Rain yang sedang bergelut dengan kenyataan.
"Bukan lo? Lo udah nggak punya Rasa itu buat gue Ra?" Aji dengan wajah kecewanya. "Lo nggak bakal gue sia siain lagi Ra. Gue nggak bakal buat lo sakit lagi Ra. Gue janji" Aji sekarang menggenggam tangan Rain. Menatapnya tajam penuh harap. Sedangkan Rain, memalingksn wajahnya. Tak mampu menatap mata Aji. Bukan karena takut akan jatuh cinta lagi dengan Aji . Namun berusaha agar Aji tau , dirinya sudah tidak punya Rasa itu. Rasa cinta yang ada 1 bulan lalu.., sudah hilang. Sekarang di hati Rain cuma ada Ferry. Hanya pangeran ompongnya. Dia sudah berjanji akan menjadi berbinya sampai kapan pun .
"Maaf Ji, gue sekarang milik Ferry . Ya Ferry yang selalu buat gue ketawa saat gue nangis karna lo sama sekali nggak punya sedikitpun rasa cinta sama gue. Ferry yang selalu luangin waktunya buat gue saat satu satunya sahabat yang mengikrarkan dirinya buat nggak ninggalin gue pergi entah kemana. Ferry yang selalu buat gue seneng dalam keadaan sakit. Ferry ..." sekarang Rain melepas genggaman itu. Isakan kecil terdengar dari Rain.
"Gue minta maaf Ra. Gue nggak bermaksud gitu. Lo pacarnya Ferry?, tapi kenapa Ra?" Plis deh Ji . Pertanyaan lo tuh ....
"Gue khawatir waktu ia 6 hari nggak berangkat sekolah. Gue khawatir waktu 1 minggu dia koma. Gue tiap sore kerumahnya. Ngrawat dia. Dan gue sadar Rasa khawatir gue itu beda. Itu adalah bentuk dari Rasa cinta gue sama Ferry. Gue cinta sama Ferry" isakanya semakin keras. Air matanya jatuh tanpa kompromi terus mengalir di pipi halus Rain.
"Sekarang Ferry pergi. Gue yakin dia bakal sembuh. Tertawa lagi sama gue. Gue udah janji" pandangannya kabur melihat Aji sekarang sudah memeluknya dari samping .
"Maaf Ra. Gue tau sekarang. Tapi gue akan tetep sayang sama lo Ra. " pelukannya sangat tepat. Membuat isakan Rain kini mulai reda seiring itu juga hujan kecil di lyar ikut mereda.
"Ayo Ra . Kita pulang. " Rangkul Aji membantu Rain berdiri. Aji ke kasir dan langsung keluar.
Mereka berjalan ke luar. Tetap dengan posisi yang sama , Aji merangkul hangat Rain. Tidak ada yang berbicara saat itu. Tenang sekali. Hanya ada semilir angin malam dan suara kendaraan yang lewat silih berganti. Kini Rain cukup tenang jantungnya teratur saat berada di rangkulan Aji. Terima kasih Tuhan.
.
.
.
Tidak lama kemudian mereka sampai di rumah Rain . Di depan pintu mereka sudah di hadang Eta. Tatapanya sinis melihat Rain.
"Dari mana? Pacaran?" Tanya Eta yang membuat Rain mendongak.
"Nggak Ta." Jelas Rain yang malah mendapat tawa kecut dari Eta.
"Nggak usa-" belum selesai melanjutkan bicaranya. Aji langsung menjelaskan sebenarnya.
"Kita ngomongin lo . Ngomongin hubungan lo sama Rio juga Ilham . Sikap lo sama mereka itu bukan perlakuan seorang teman Ta" jawab Aji dengan sangat jelas di hadapan Eta.
"Hahaha.. , nggak usah buat cerita yang aneh aneh deh Ra" Eta malah menyalahkan Rain.
"Ini buktinya" Aji langsung mengeluarkan Gadget Rain yang sedari tadi di bawanya.
"Bukan cuma itu. Gue liat sendiri lo sama Rio di belakang sekolah."tambah Aji . Yang membuat Eta tak bicara sama sekali.
"Sekarang lo udah bebas Ta. Lo mau jalan sama siapa pun gue nggak peduli. Kita udah selesai" Aji kini benar benar mengungkapkannya.
"Apa kita putus? Lo becanda kan Ji?" Eta mendekati Aji. Aji mencegahnya dan mengucap "gue serius" sebelum akhirnya mengantar Rain masuk .
.
.
.
Esoknya pukul 03.15 Rain bangun, mendapati Aji tidur di meja belajarnya. Dia tersenyum . Ia bangkit dan mempersiapkan semua untuk Sahur. Setelah itu ia membangunkan kan Rendy dan Aji.
Mereka bertiga berkumpul di ruang makan . Eta? Entahlah dia tidak ada di kamarnya.
"Kak Rara. Kak Eta mana?" Tanya Rendy.
"Nggak tau. Di kamar nggak ada" jawab Rain.
Mereka makan dan berbincang bincang seru. Setelah itu mereka niat puasa. Dan menonton acara sahur sambil menunggu imsyak dan sholat subuh. Tak lama kemudian terdengar suara toa masjid "imsyak...imsyak" tak lama kemuan suara adzan subuh . Mereka sholat subuh dan Aji menjadi imamnya.
*duh author ngiri nih punya sahabat mau ngimami sholat gitu cry emotikon*
.
.
Setelah salam. Terdengar gedoran pintu yang cukup keras. Dan berkali kali suara memanggil.
"Siapa sih Ra?" Tanya Aji, yang penasaran dan langsung berajak membuka pintu. Tak lama disusul oleh Rain. Rain menyuruh Rendy masuk kamar untuk belajar.
Mereka mendapati Eta berbau alkohol yang menyengat. Tubuhnya tergoyong goyong. Pakaiannya sungguh ketat pendek. Dan di luar gerbang ada Rio yang berteriak "pulang dulu ya sayang" suaranya kacau . Mereka benar benar mabuk berat.
"Iya sayang" jawab Eta dengan suara yang sama sama kacau. Ya Tuhan .. sekarang Eta depresi berat sampai sampai dia mabuk separah ini.
"Heii sayang.." Eta merangkul Aji dengan tergoyong goyong. Tapi Aji mencegahnya. Aji dan Rain membawa Eta ke kamarnya. Mungkin Eta butuh istirahat. Rain kini panik , apa yang terjadi dengan Eta sekarang. Aji menarik Rain keluar agar membiarkan Eta tidur dulu.
.
.
.
"Eta benar benar kacau" kata Aji yang duduk di teras bersama Rain.
"Iya. Apa ini salah gue?" Rain kini tampak bersalah atas kejadian kemarin malam. Mungkin bila ia tidak bersama Aji malam itu . Hal ini tidak akan terjadi.
"Bukan Rain . Ini bukan salah lo. Mungkin Eta salah dalam melampiaskan masalahnya." Pendapat Aji yang memang sepetinya benar.
"Gue. Nggak tau harus gimana?"
"Lo nggak harus gimana gimana. Kesadaran itu harus dari Eta sendiri" Aji menggenggam tangan Rain. Mendekatkan wajahnya. Ia hampir menciumnya .
"Aji..." Rain segera memalingkan wajahnya .
"Hehehehe.. gue lupa. Nanti batal deh" Kata Aji yang seketika melepaskan pegangannya dan menjauhkan wajahnya. Mereka berdua tertawa geli dari perkataan Aji.
"Makanya" Rain mencubit perut Aji yang keras sampai si empunya kegelian
"Gelii tau. "
"Kok geli sih. Harusnya kan sakit" Rain yang pura pura sebal. Di sisi lain Rain senang ia bisa kembali tertawa lepas bersama sahabatnya itu. Tapi seperti ada yang kurang. Ya kurang. FERRY.
.
.
.
.
Hari hari tanpa Ferry membuat Rain merasa sepi walau setiap hari ada Rendy dan Aji yang super gila untuk menghibur menghilangkan rasa sepinya. Tapi tetap saja semua itu tanpa Ferry. Kosong.
Sekejap kemudian ia teringat pemberian Ferry Miss Key. Ya kunci rindu. Itu nama pemberian Rain untuk kunci itu. Disiapkannya sepeda . Dikayuhnya sampai ke rumah Ferry. Jauh ? Lumayanlah. Itu perjuangan Ferry setiap pagi buat jemput Rain. Kenapa Ferry nggak pake mobil aja. Padahal dia punya VW yang unik, dan tak kalah romantis . Itu hanya Tuhan dan Ferry yang tau *ceeiilahh
Kurang lebih 35 menit buat sampai di rumah Ferry. Mengayuh sepeda sejauh itu membuat kaki Rain sedikit pegal. Tapi semua itu akan terbalaskan sudah untuk melepas rindunya dengan Ferry. Ia membuka rumah Ferry dengan -miss key nya. Di bukanya pintu layu besar itu. Rain menghidupkan lampu . Ya.. tenang sekali. Ia menghirup bau parfum khas Ferry di ruangan itu. Padahal sudah 1 minggu rumah itu ditinggal dan tidak ada yang menyemprotkan parfum. "Ya Tuhan halusinasiku tinggi sekali sampai sampai mampu mencium bau parfum Ferry" guman Rain. Ia naik tangga melangkahkan kakinya ke kamar Ferry. Tidak dikunci. Masih seperti seminggu yang lalu. Ranjang dengan sprei hijau . Tirai ungu. Dan meja belajar yang berantakan. Rain tersenyum . Ia merapikan meja itu. Menumpuk buku , mencantelkan dasi, dan membersihkannya dengan kemoceng. Dan ada buku jatuh . Ohh.. hanya buku pelajaran biasa. Tapi sebentar. Ada satu buku tebal berwarna violet dengan Foto Rain sebagai sampul depan. Di bukanya buku halaman pertama sambil duduk di ranjang Ferry. Disitu ada foto Ferry saat kecil. Ompong. Dan foto Rain saat kecil . Rain lupa kapan dia berpose seperti itu. Bahkan ia tak sadar bila sedang di foto. Ia tertawa geli sendiri. Ada tulisan "Ferry .R. dan Rain .A.H" .
di buka halaman kedua. Disitu ada tulisan Ferry saat kecil . Jelek sekali tulisannya .
R.A.I.N
Kamu cantik ya?
Kita ketemu pas ujan, di ayunan taman
Kamu nangis cuma karna keujanan . Dasar kamu ini
Trus aku buang payung aku. Kenapa?
Biar kamu nggak nangis. Kan ada aku. Kita sama sama keujanan .
Tapi kamu malah marah marah
Yaudah deh. Maaf ya kalo aku salah.
Aku Ferry.
*bisa bayangin kan tulisan jelek, ditulis anak cowo, dan itu buat bocah kecil yang di sukainya*
Rain tersenyum melihat tulisan tangan itu. Selanjutnya ada foto Rain yang meniup lilin . Memakai gaun pink. Rambut terurai pendek . Tersenyum. Disertai tulisan "hepi besde ya Rain. "
Rain terharu dengan apa yang ada di buku itu. Dan dia sampai di halaman berikutnya ada puisi tulisan tangan Ferry. Mungkin ini sudah agak gedhe soalnya tulisannya nggak jelek.
Rain
Kau memberi kedamainan setiap orang
Terlebih aku
Kau akan membawa raut indah pelangi di langit
Terlebih di mataku
Kau setetes bulir membawa kesejukan
Terlebih aku
Dan kau Hujan ku, damaiku, indahku, sejukku
Rain-ku
Seketika air mata keluar . Membawa haru yang baru saja di rasakannya. Betapa Ferry sungguh mencintainya, bahkan sebelum Rain mengenalnya.
Dan dihalaman selanjutnya tertulis
"Semua lembaran di belakang ini. Akan menjadi kisah kita. Bukan lagi aku dan kamu. Tetapi kita"
.
.
.
===END===
Part 6 Next Post